Gambar. 1.1 ibu dan anak |
Pernah
kah kita mencoba mengingat akan masa lalu? sembilan bulan kita hidup dalam
kandungan sang mama. Mama selalu membawa kita kemana pun ia pergi. Tak pernah
ia berfikir untuk meninggalkan kita walau sejenak. Lalu kita pun lahir dengan
tanggis pertama kita menyapa dunia ini. Mama pun selalu tulus merawat kita
dengan penuh kasih sayang. Kadang kita telah begitu saja mengambil waktu
istirahatnya dengan tanggis kita dimalam hari. Mengganti popok kita yang basah,
memberikan kita air susu ketika kita lapar. Dan kita hanya bisa menanggis saja
ketika itu. Kita selalu diayyun, dipangku dan ditimang - timang Lalu apa
balasan kita itu? Kita sering membuat basah baju mama dengan air kencing kita.
Dan mama tak sekali pun memarahi kita.
Usia
kita pun beranjak perlahan. Ingatkah ketika hari pertama kita masuk sekolah?.
Selamat pagi, Mama selalu memandikan kita, menyuapi kita, mengantar kita dan
menunggui kita, Mama begitu sabar mengiringi hari kita di sekolah. Dan kita
hanya bermain ketika itu. Lalu ketika kita beranjak remaja, Mamapun tak henti
untuk mengkhawatirkan kita. Ketika kita sering pulang terlambat dengan berbagai
alasan, mama hanya menatap dengan penuh cemas, padahal mungkin kita hanya
bersenang - senang di luar sana.
Ingatkah kita pada saat Natal, mama selalu
membelikan kita baju, sepatu celana baru. Dengan harapan kita merasa senang.
Ingatkah pula apa kata kita ketika itu “Ah… bajunya udah kuno gak mau ah” mama
gak tau selera anak muda” .. dan mama
hanya tersenyum saja. Saat kita mengenal cinta akan sesama, sering kita bohongi
mama hanya untuk bercinta semata. Dan mama pun tidak pernah lepaskan kasih
sayangnya untuk kita. Ketika mama bilang “ Nak seharusnya kamu belajar dulu
yang benar, jangan dulu berpacaran “ lantas kita hanya menjawab “ ma, saya udah
gede, saya tau apa yang baik buat saya, mama jangan terlalu mengarur saya
dong!!”. Mama hanya tersenyum dan menatap kita dengan penuh kasih sayang.
Apakah kita ingat saat kita memasuki bangku
kuliah?. Mama dengan penuh semangat memberikan biaya kuliah kita yang setinggi
langit. Lalu mungkin kita juga hanya bersenang – senang saja dengan dunia yang
sedikit beranjak dewasa. Ketika kita butuh uang untuk menuntaskan hasrat cinta
muda kita. Sekali lagi kita sering membohongi mama dengan mengatakan “ ma, saya
butuh uang untuk praktikum , kira – kira sekian juta”. Lalu mama bilang “ nak,
apa tidak bisa dicicil?. Kita dengan segera menjawab “ gak bisa ma, harus sekali
bayar”. Kita tak pernah tahu apa yang ada dibenak mama ketika itu. Jika saja
mama tahu bahwa itu hanyalah alas an kita semata, karena mungkin saja yang
sebenarnya adalah kita butuh uang untuk mentraktir atau menyenangkan pacar
tersayang saja. Dan ternyata mama selalu saja menyayangi dan mempercayai kita.
Pada saat kita lullus kuliah, kita mungkin bisa
melihat betapa bangganya mama mendapati anaknya sudah menjadi seorang sarjana,
menanggis penuh haru bahagia. Lalu tak lama setelah itu tiba – tiba “ ma,
sekarang saya sudah dewasa, saya ingin menikahi si.. . Karena saya mencintai
dia, boleh kan ma?. Mungkin mama akan bilang “ nak mestinya kamu mencari kerja
dulu, lalu setelah sedikit mapan kamu mungkin bisa menikah”. Lalu apa jawab
kita? “ ma! Kalo mama percaya, saya sanggup memberi makan dia, tanpa meminta
kepada mama, saya harap mama tidak melarang saya untuk menikah sekarang, saya
sudah dewasa ma, bukan anak kecil yang sagalanya harus mama perhatikan!!”. Dan demi
kasih saying nya terhadap kita, maka mama pun sekali lagi meluluskan keinginan kita.,
sekaligus memberi bekal untuk mengarungi biduk rumah tangga kita nanti. Tak beberapa
setelah itu, kita pun merasa sanggup untuk hidup terpisah dari beliau, maka
sekali lagi kita merajuk pada mama.
Pada saat mama memasuki hari tuanya, kita pun meninggalkan
dia dalam hari – hari senjanya. Dan mama tidak pernah meminta kita untuk
menemaninya karena mama pikir anaknya sudah mempunyai kehidupan sendiri. Bertahun
– tahun kita meninggalkan mamadan mungkin hanya setahun sekali saja kita
menengok dia, itu pun pada saat hari Natal dan Tahun Baru saja. Lalu ketika
mama sakit dihari tuanya, mungkin mama mengharapkan kasih saying anaknya bisa
menghibur dia. Tapi, serig kita mengabaikan harapan mama. Kita mungkin merasa
direpotkan hanya dengan mengurusi seorang wanita tua yang sudah tak berdaya
itu, maka dengan tanpa ragu lagi kita antarkan mama ke kampong, kita tinggalkan
mama dengan segala hrapannya terhadap kita. Lalu pada saat Allah hendak
menjemput dia, kita mungkin sedang tenggelam dalam kehidupan yang sudah menyita
sebagian hati nurani kita.
Hingga suatu hariterdengar bunyi telepon yang
memberikan kabar bahwa mama telah tiada. Dan kita tak berani bilang bahwa
mungkin saja hati kita sudah bebal dan telinga sudah tuli akan kenyataan ini. Ada
sesal mungkin disana, sesal yang tak akan terbalasdengan sejuta tetesan air
mata kita. Dan kita hanya terpekur menatap bekunya sebuah salib bertahtahkan
nama mama. Itupun jika masih ada secuil nurani ita yang masih berwarna putih.
Saatnya, ketika Tuhan masih memberikan kita
bersama – sama dengan Mama, berikan
yang terbaik buat Mama. Mama selalu berdoa dan berkata sesuai dengan 3
Yohanes 4:”Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa
anak – anakku hidup dalam kebenaran”. Kasihilah Mama mu dan hiduplah dalam
kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar